Dokumen Yang Tidak Terdokumentasikan
Membaca artikel mas Himawan San tentang hutan Jambu Mete dijadikan lokasi foto prewedding itu bikin saya teringat masa-masa pernikahan dulu. Kondisi ekonomi yang masih merangkak membuat kami memilih menikah secara sederhana. Masalahnya kami tinggal di desa yang meski sudah sudah diatur sesederhana mungkin tetap saja jadi ‘wah’ untuk ukuran orang kota.
.
Orang desa cirinya kalo sudah mendengar kabar berita
pernikahan langsung dah tetangga kanan kiri, atas inisiatif sendiri, bergerak
bak pasukan kopassus tanpa komando nyumbang ini nyumbang itu, bikin ini bikin itu dan ngomong ini ngomong
itu. Untuk kasus ini orang desa patut diacungi jempol karena meski nggak usah pake perencanaan ala wedding
organizer dijamin acaranya tetap rame.
.
.
Seneng sih dengan inisiatif kebaikan hati mereka tapi itu
artinya budget untuk nambah uang rokok, konsumsi dan biaya sewa tiba-tiba
membangkak tak terkendali. Nah ini yang kadang yang tak bisa diprediksi dan
bikin tuan rumah auto migren setelah hajatan.
.
.
Kemewahan hajatan di desa menjadi salah satu cara untuk
menunjukkan ‘eksistensi’ sang pemilik rumah meski harus menanggung hutang
setelahnya. Saya tak ingin seperti itu.
Saya dan calon suami sepakat untuk bener-bener sederhana dalam artian yang
sebenarnya. Hanya tumpengan dan mengundang saudara dekat dan tetangga sekitar
saja. Yang penting saaaah!
.
.
Agar orang tua tidak kepikiran biaya hajatan, saya dan calon
suami sepakat hanya akan menggunakan tabungan kami dan tidak membebani keluarga
sedikit pun. Alhamdulillah terkumpul 2,5 juta waktu itu.
.
.
2,5 juta ya, bukan 25
juta.
.
.
Segitu sudah termasuk konsumsi, sewa meja kursi, beli
hantaran dan ngurus administrasi nikah! Haha.. nekad ya. Kalo sekarang punya
budjet segitu pasti mikir-mikir nih jomblo yang mo ngajak nikah. Hehe..
.
.
Agar ngirit, hantaran saya sendiri yang menghias. Alhamdullillah
banyak menyangka saya pesan ke tukang hantaran (sampe kepikiran pengin bisnis
hantaran). Baju pengantin dijahit sendiri dibantu saudara yang pinter jahit
plus masang payet-payetnya juga sendiri.
.
.
Ngurus surat-surat juga sendiri. Pesan dan desain undangan
sendiri. Undangan juga diantar sendiri. Haha.. Pokoknya kami jadi tim pansos
pernikahan sendiri. Auto mandiri lah pokoknya.
.
.
Sampai akhirnya hari H nih. Teman-teman kuliah nggak nyangka pada
datang. Padahal waktu itu kami sudah pada lulus dan banyak yang kembali ke kampung
halaman masing-masing. Jadi berasa kejutan saat mereka menyempatkan menghadiri
pesta pernikahan kami.
.
.
Berbagai bantuan mengalir deras termasuk bahan-bahan sembako
mulai minyak, tepung, beras, telur entah darimana asalnya tiba-tiba memenuhi
rumah. Orang-orang yang entah siapa mereka turut membantu sampai kami bingung
darimana mereka tahu pernikahan kami. Tetangga jadi yang paling sibuk bak
pasukan wedding organizer dadakan.
.
.
Ratusan orang datang ikut mendoakan. Sungguh membuat hati
kami tergetar. Betapa ini menjadi suatu hal yang luar biasa melihat orang-orang
tergerak hati untuk membuat pernikahan kami menjadi ‘wah’.
.
.
Akhirnya entah bagaimana mulanya tetiba pernikahan saya tidak
lagi sesederhana versi kami (meskipun bagi penduduk desa) ini masih terlalu
sederhana karena tidak ada Nella Karisma. Haha..
.
.
Untuk make up (saya aslinya males harus didandanin menor
gitu) tapi terpaksa harus berkompromi dengan ibu untuk tetap ke salon dengan
syarat cari tetangga sendiri dan dapat diskon. Masalahnya saya nggak sreg ama
Mbaknya yang dengan kejam langsung nyukur alis tanpa kompromi.
.
.
Sumpah ini bikin saya selama hampir dua minggu gak berani
keluar rumah. Gegara begitu hajatan selesai dan riasan di hapus, alis saya
tinggal separo dan asli pengin nangis karena seumur idup nggak pernah tahu gimana caranya pake pensil
alis. Untung nikahnya cuma sekali.. kapok.
.
.
Saya terharu saat guru-guru saya, mulai dari SD, SMP sampai
SMA pun ada yang datang dan mendoakan. Seorang ustad terpandang si kota kami
bahkan menyempatkan datang dan memberi tausiah. Tausiah ini direkam dan sempat
membuat siapapun yang nonton jadi gagal paham karena lebih mirip acara
pengajian daripada acara nikahan. Kok bisa? Bisa karena potograper propesienel
nya datang pas acara tausiah sementara akadnya udah selesai. Jadi yang sempat terekam
tausiahnya doang. Haha..
.
.
Lho?!
.
.
Iya, jadi waktu itu temen-temen yang kuliah di jurusan desain
komunikasi bilang gak usah panggil tukang suting pidio ama potograper. Mereka
siap bantu. Gratis pokoknya. Anggap saja ini hadiah untuk persahabatan kami
yang kayak kepompong itu. Ya udahlah karena memang selama di kuliah sering
bareng mereka untuk proyek kampus saya sih ok aja. Modal terimakasih doang nih.
Hehe..
.
.
Nah, masalahnya saya nikahnya di rumah si Mbah yang notabene
belum pernah mereka kunjungi. Jaman itu belum ada google map. HP aja yang punya
hanya beberapa orang dari kami. Waktu itu zaman nokia 3355 udah canggih banget.
Itu lho yang ada game ular-ularanan. Duh jadi ketahuan umur.
.
.
Waktu itu saya juga
kok gak mikir ya buat ngasih waktu mereka untuk survey tempat dulu. Mungkin
udah lelah diri ini, yak. Lagian saya mikirnya lha wong mereka itu juga para
pentolan penjelajah alam, anak MAPALA nih.
Udah sering kemana-mana, bahkan ke tempat yang gak pernah dikunjungi
orang aja nyampe kok, gak pernah nyasar. Masak rumah si Mbah saya yang
jelas-jelas alamat RT RW lengkap , rumahnya juga selalu gak pernah telat bayar
pajak PBB tahunan pastilah ketemu. Yakin haqqul yakin pokoknya dah.
.
.
Eh, ternyata meleset. Haha..
.
.
Detik ini saya langsung mengamini quote mainstream itu.
Manusia merencanakan, Tuhan yang menentukan. Dan sepertinya Allah lagi gak
pengen liat alis buatan yang kayak uler keket di wajah saya itu nampang di
pidio.
.
.
Sempet panik karena Pak penghulu datang tepat waktu sementara
tukang pidio ama potograper propesienelnya belum nampak batang idungnya. Ampe
keringat dingin nih. Duh, masak moment penting kek gini ngajak becanda sih
anak-anak? Biasanya kami emang sering becanda tapi nggak lucu ah kalo sekarang.
.
.
Mana tangan calon suami udah mo diajak jabat tangan ama Pak
penghulu. Artinya siap akad nikad beberapa detik lagi. Karena kondisi darurat
akhirnya petugas KUA yang kebetulan ikut jadi saksi ngerasa kasihan kali ya,
langsung menawarkan HP nya buat moto. Duuuhhh…
Awas ya! Batin saya.
.
.
Ntar nyampe sini mo
tak jewer ampe lepas tuh kupingnya anak-anak biar tau rasa.
Eh, tiba-tiba HP berdering. Kacau, saya lupa matiin HP saking
gugupnya. Haha.. ternyata mereka nyasar ke desa sebelah. Ya ampun parahnya
mereka minta dijemput. Heuh! Lha masak saya yang udah pake sanggulan plus jarit
sidomukti gini kudu naik sepeda motor buat jemput mereka? Yang bener aja!
Sumpah, dongkol banget rasanya.
Ya Allah, Gusti… paring sabaaaar….
.
Ya Allah, Gusti… paring sabaaaar….
.
Yaaa begitulah kalo cuma mengandalkan GPS (Gunakan Penduduk
Setempat).
.
.
Acara nggak mungkin diundur, akad tetap jalan dan alhamdullillah
lancar meski hanya dipoto pake HP. Begitu acara akad selesai, mereka datang.
Antara sebel tapi seneng campur aduk rasanya.
.
.
Rasa pengin njewer telinga ampe putus seketika ilang ngeliat
keringat mereka bercucuran dengan wajah yang terlihat kuyu. Nggak tega
mendengar curhatan mereka yang harus menuntun sepeda karena jalan menuju rumah
Si Mbah ternyata ditutup. Jadi mereka jalan memutar. Lumayan lah rutenya. Cukup
untuk bikin ngos-ngosan. Hehe..
.
.
Ya begitulah persahabatan. Ada hal-hal yang tidak bisa dibeli
dengan uang. Tapi kalo gini kasusnya jujur saya lebih milih mending panggil mas
Himawan aja deh buat motoin saya. Gak papa bayar yang penting nggak sebel.
.
.
Nah, pas mereka datang nih kan acara akad barusan selesai,
trus ada ulama terpandang yang biasa ngasih tausiah di depan ribuan orang itu
datang barengan. Surprise serombongan ke rumah untuk mendoakan kami. Akhirnya
tausiahnya yang berhasil direkam lengkap tuh. Jadi kesannya yang nonton video
kami kayak nonton acara pengajian desa bukan acara nikahan.
.
.
Dan tahu nggak, temen-temen ini sempat usul gimana kalo saya
minta Pak penghulu (mumpung orangnya belum pulang karena masih asyik dengar pengajian) ngulangi
lagi akadnya. Pak penghulu disuruh simulasi gitu. Akting lagi pas kayak tadi cuma
buat poto doang. Tahu nggak jawab saya apa,
“NGGGGAKKK USAAAAH!!!”
.
.
Parahnya, poto akad hasil kamera HP itu pun ternyata
ketlingsut ilang nggak tahu kemana pas kami pindah ke rumah yang baru. Sedih
sih tapi mau bagaimana lagi. Yang penting cinta kami nggak pernah ilang.
Eaaa…eaaa…
Baca juga Menunda itu nggak selalu buruk
Nb: Eh iya, karena gak ada potonya jadi ilustrasi seadanya ya. Itu tugas sekolah anak saya. wkwkw
Ceritanya lucu Mbak, bikin saya ketawa, hahahah.
BalasHapusNanti saya koment lagi yah.... :)
# seperti yang saya duga sebelumnya, Ternyata Mbak Santi memang punya selara Humor,hahaha....
Ya ampun, kang. Saya kok gak bisa buat spasi ya? 🤪 padahal cuman spasi doang. Yo wes tak buat titik aja. 🤣
HapusMAsha Allah Mbaaa, meskipun terkesan sederhana, tapi kisahnya sangat membekas di hati Mba.
BalasHapusJustru sebenarnya kisah-kisah penuh deg-degan itu yang akan selalu di hati.
Kayak saya dulu nikah, yang rempong cuman menyatukan kedua keluarga, Alhamdulillah atau astagfirullah kali ya, saya nikah dibiayai ortu *plak hahaha, semua tahu beres, selain urus undangan dan KUA, acaranya dan segala macamnya diurus mama saya.
Alhasil sama sekali nggak melekat di pikiran, bahkan kadang lupa.
Salah satu hal yang masih melekat di ingatan adalah, saat kami hampir batal menikah hari itu lantaran bapak penghulunya udah mau pulang karena ada pasangan lain yang kudu dinikahkan sementara pengantin lakinya nggak datang juga.
Usul punya usul, ternyata mobil yang udah dipersiapkan buat pengantin pria, dipake sama adik sepupu saya sebentar, terus kejebak macet deh hahaha.
Alhasil pak suami naik mobil kijang, di mana dia mengkerut karena topinya yang tinggi sementara badannya jangkung :D
Lalu sampai ke lokasi mereka nyaris lari takut penghulunya pergi hahaha.
Hal-hal demikian malah bikin selalu keingat ya :D
Ya ampuun.. Untung penghulunya belum pergi.
HapusAku ngebayangin adegannya kayak difilm2 india gitu mbak. Ngejar kereta di stasiun yg bawa pengantinnya. Duh, gak nyambung banget yak. Tapi deg2annya sama😅
Ngerewangi ya mbak.. Biasa kalau di wilayah Jawa kalau satu ada yang mau manten, tetangga pasti langsung menyingsingkan lengan baju.
BalasHapusKebayang serunya itu fotografer nyasar...wakakakakakakaka....
Padahal gapapa juga mbak diulangi, biar penghulunya terkenal...:-D
Nggah ah mas. Ntar penghulunya minta bayaran dobel gimana? 😄
BalasHapusSIllaturahmi Blogwalking...
BalasHapusWah mbak... jadi teringat juga saya saat menikah. ingin saya sih juga sederhana, tetapi sayangnya karena mertua saya termasuk sesepuh desa, yah mau gak mau jadi agak lebih dari sederhana. padahal saya gak ada prewedding.
Alhamdulillah disyukuri, meskipun beaya bengkak dari budget saya.
Sila mampir blog saya... :)
Haha.. Kalo sesepuh desa ya mesti gak bisa sederhana mas. Gak papa dah. Bersyukur lho itu.
HapusSiap otw jalan2 ke blog nih
hahaha.Ternyata Inspirasi tulisan ini di dapat dari artikel milik Mas Him yang berjudul " Hutan Jambu Mete " itu yah.....hahah.
BalasHapusSaya udah baca sih artikel tulisan Mas Him , yang dalam ceritanya ia sibuk menjadi " pengawal " buat adiknya untuk sesi foto Praweding.hahah.(Peace mas Him.)
ohy, bikin ngakak juga nih cerita masa lalu Mbak Santi.Gegara temannya datang terlambat, lalu akhirnya sesi foto ijab kabul pernikahan jadi terlewatkan. :) sabar yah Mbak, ini ujian. :)
Eee....Mbak, Nikahnya dulu di tahun Berapa yah...? bisikin dong Mbak ? hehehe....
Ohy....Keputusan yang tepat untuk tidak melakukan simulasi demi sebuah foto, sebab jika dilakukan, Maka akan membuat orang - orang yang melihat foto tersebut akan tertawa " ngikik ", ngikik kalau foto tersebut adalah Foto rekayasa. :)
Jangan tanya tahun, kang. Malu diliat para member jagad asikpedia 😜
HapusTernyata moment nikahannya cukup lucu juga ya. Jadi kenangan yang terlupakan. Tapi meskipun ngga lucu, moment pernikahan tetap ngga akan terlupakan, seperti saya, hehe.
BalasHapusBtw, saya nemu gaya baru dalam menulis nih si blog ini. Yaitu menulis titik sebagai pengganti spasi. Unik.
Meskipun ganti pemilik, tetap asik baca artikel di Asik Pedia. Kadang bahkan saya masih bisa baca komentar pemilik blog lama.
Haha.. Hai mbak. Salam kenal ya. Mau lucu apa enggak yg namanya nikahan emang momen yg gak bisa dilupain yak. 😄 klo lupa, bahaya dong 🤣🤣🤣 jangan2 ntar ama suami lupa juga. Amit2 deh
BalasHapusMaafkeun, yg spasi ganti titik itu khusus kondisi darurat aja, ya. (Jangan ditiru, gak recommended apalagi buat yg udah profesional)
Bahahahahaha... wkwkwk
BalasHapusNgakak mba. Tapi sayang banget yah.. salah satu momen terpenting, malah ada hal-hal yang tak terduga.
Tapi yah nggak papa, yang penting ngingetnya di memori kepala sama hati aja kan yah... :)
Saya belum nikah tapi pasti sebel banget sih kalau smpe kejadian kaya gitu. heheh
Sahabat saya malah dlu pas nikah di hari pas listrik padam nasional itu... hahah Apes banget, udh mah genset nggk ada. Yaudah cuma panggung sama makan aja...
Haha... Saya bayangin makannya sambil gelap2an gitu. Ntar ambil menunya kliru, niat nyendok daging eh malah lengkuas yg kena. Belum lagi pengantin dandan cantik2 gak keliatan gegara gelap. Haha
BalasHapusdulu waktu aku kecil, kalau di desa ada acara nikahan, sampe di depan rumahnya ada yang jualan mainan kapal-kapalan, gulali, jualan balon gas, jadi kayak pasar malem, di pinggir jalan dipasangi jejeran lampu lampu, jadi inget deh padahal kayaknya waktu itu aku belum TK hahaha
BalasHapusdan memang jiwa gotong royong warga desa ini erat, berita dari mulut ke mulut langsung nyebar cepet juga
kalo keinget momen sakral begini ada rasa seneng dan gemes gregeten gitu ya mbak, harapan untuk punya kenang-kenangan jadi ilang, tapi gpp yang penting cinta nggak ilang sampe sekarang
Sharingnya bikin ikut merasakan ... maklum belum sampai tahap itu. Semoga bisa disegerakan ...
BalasHapusAsik mba baca pengalaman mba Santi.. Saya jadi mengira2.. Tahun berapa itu ya.ha ha ha
BalasHapus